Recent Blog post
Archive for September 2019
Renungan untuk Meningkatkan Kualitas Akhlak
dengan teladan pada Sahabat Nabi Muhammad
SAW, sehingga bisa menumbuhkan kecintaan kita
kepada mereka, dan akhirnya kecintaan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Percik Kisah Sahabat Nabi SAW
Uqbah bin Amr al Badri RA
(Abu Mas’ud al Badri)
Uqbah bin Amr adalah seorang sahabat
Anshar yang cukup banyak meriwayatkan hadits
Nabi SAW. Ia juga sangat dikenal dengan nama
kunyahnya Abu Mas’ud al Badri, karena memang
termasuk salah seorang sahabat ahli Badar,
yang di dalam Al Qur’an dijamin keselamatannya
di alam akhirat kelak. Namun demikian Abu
Mas’ud pernah mengalami suatu peristiwa yang
hampir mencelakakannya di akhirat, bahkan
mungkin bisa membatalkan jaminan
keselamatannya sebagai ahli Badar, hanya
karena ia tidak mampu menahan amarahnya.
Suatu ketika salah seorang budaknya
berbuat suatu kesalahan yang memancing
kemarahan dirinya. Begitu marahnya sehingga ia
mencambuk sang budak tersebut. Saat ia
sedang melakukan “hukuman” itu, terdengar
suara di arah belakangnya, “Ketahuilah wahai
Abu Mas’ud…”
Suara itu tidak terlalu jelas karena
memang dari kejauhan, dan ia belum bisa
mengenali siapa yang berbicara tersebut. Ia
masih saja mencambuk budaknya akibat hawa
kemarahan yang meliputi dirinya. Tetapi ketika
seruan yang sama makin jelas di belakangnya
karena memang telah dekat, ia mengenalinya
sebagai suara Rasulullah SAW. Ia berbalik
menghadap beliau, dan Nabi SAW bersabda lagi,
“Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, sesungguhnya
Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu,
daripada siksaanmu kepada budakmu itu…!!”
Abu Mas’ud gemetar ketakutan
mendengar sabda Nabi SAW tersebut, begitu
takutnya sampai cambuknya terjatuh tanpa
disadarinya, dan ia berkata, “Saya tidak akan
pernah memukul seorang budak setelah ini
selama-lamanya!!”
Tampak ucapannya tersebut belum
meredakan ekspresi ketidak-sukaan Rasulullah
SAW atas apa yang dilakukannya.
Karena itu ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
budak ini merdeka karena Allah..!!”
Mendengar ucapannya itu, tampak
ekpresi kelegaan di wajah Nabi SAW, kemudian
beliau bersabda, “Seandainya engkau tidak
segera memerdekakannya (budak tersebut),
niscaya kamu akan disiksa atau dibakar oleh api
neraka!!.
Inilah salah satu bentuk kasih sayang
Nabi SAW terhadap umatnya, khususnya kepada
Abu Mas’ud. Beliau tidak ingin seorang sahabat
ahli Badar seperti dirinya harus “mencicipi”
panasnya api neraka untuk sekedar menebus
kedzaliman yang dilakukannya, walaupun
akhirnya tetap saja ia akan masuk surga.
Suatu ketika ia datang kepada Nabi
SAW meminta untuk ditunjukkan jalan
keselamatan, maka beliau bersabda, "Jagalah
lidahmu, dan tinggallah di rumah sambil
menangis menyesali dosa-dosamu."
Percik Kisah Sahabat Nabi SAW
Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.
Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.
Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.
Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.
Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!"
Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.
"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.
"Emas seberat biji kurma," jawabnya.
Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat Bertangan Emas'.
Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.
Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, "Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya."
Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?"
"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan."
"Berapa?" tanya Rasulullah.
"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."
Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.
Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"
"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.
Aisyah berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, "Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu." Amin.
Abdurrahman Bin Auf “Manusia Bertangan Emas”
Kisah ini berlaku pada Rasulullah S.A.W. sebelum
baginda wafat.
Rasulullah S.A.W. telah jatuh sakit yang agak
panjang waktunya. Hinggakan baginda tidak dapat
berjemaah dengan para sahabat di masjid.
Maka pada suatu hari, Rasulullah S.A.W. meminta
beberapa orang sahabat membawanya ke masjid.
Di
dudukkan atas mimbar, lalu baginda meminta Bilal
memanggil semua para sahabat datang ke masjid. Tidak
lama kemudian, penuhlah masjid dengan para sahabat.
Semuanya rasa terubat rindu setelah agak lama tidak
dapat melihat Rasulullah S.A.W.
Lalu Rasulullah S.A.W. mula berkata:
"Wahai sahabat-sahabatku semua! Aku ingin tanya
pada kamu semua.... apakah telah aku sampaikan kepada
kamu semua, bahawa sesungguhnya Allah S.W.T. itu
adalah Tuhan yang layak di sembah?"
Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat,
" Benar! Engkau telah sampaikan kepada kami bahawa
sesungguhnya Allah S.W.T. adalah Tuhan yang layak
di sembah".
Rasulullah S.A.W. berkata:
"Persaksikanlah ya Allah! Sesungguhnya aku telah
sampaikan amanah ini kepada mereka".
Kemudian
baginda berkata lagi.......dan setiap apa yang baginda
perkatakan , akan dibenarkan oleh semua para sahabat.
Akhirnya sampailah kepada satu topik yang menjadikan
para sahabat agak sedih dan terharu....
Rasulullah S.A.W. berkata:
"Sesungguhnya! Aku akan pergi bertemu Tuhan.......dan
sebelum aku pergi, aku ingin selesaikan segala urusan
dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kamu
semua...... siapakah di kalangan kamu yang aku ada
hutang dengannya.....sila bangun.....aku ingin selesaikan
hutang tersebut. Kerana aku tidak mahu bertemu Tuhan
dalam keadaan ada hutang dengan manusia".
Ketika itu semua sahabat diam.............sedang dalam
hati masing-masing berkata "Mana ada Rasullullah
S.A.W. berhutang dengan kami..........sebenarnya kamilah
yang banyak berhutang dengan baginda".
Rasulullah S.A.W. mengulangi pertanyaan itu sebanyak
3 kali.
Tiba-tiba bangun seorang lelaki yang bernama Akasyah.
lalu dia berkata:
"Ya Rasulullah! Aku ingin ceritakan dulu perkara ini.
Andai ianya dikira hutang, maka aku minta kau
jelaskan. Andainya ianya bukan hutang, maka tidak
perlulah engkau berbuat apa-apa" .
Rasulullah S.A.W. berkata:
"Ceritakanlah wahai Akasyah".
Maka Akasyah pun mula bercerita:
"Aku masih ingat lagi ketika perang Uhud dulu, satu
ketika engkau tunggang kuda, lalu engkau pukulkan
cemeti ke belakang kuda. Tetapi cemeti tersebut tidak
kena pada belakang kuda,...yang sebenarnya cemeti itu
terkena pada dadaku kerana ketika itu aku berdiri di
sebelah belakang kuda yang engkau tunggang wahai
Rasulullah".
Mendengar yang demikian, terus Rasulullah S.A.W.
berkata:
"Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Akasyah!
kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan
terima hal yang sama".
Dengan suara yang agak tinggi, Akasyah berkata:
"Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai
Rasulullah!".
Akasyah seakan-akan tidak rasa bersalah bila
mengatakan yang demikian. Sedangkan ketika itu
sebahagian sahabat berteriak memarahi
Akasyah.... "Sesungguhnya engkau tidak berhati perut
wahai Akasyah! .....bukankah Baginda sedang sakit!"
Akasyah tidak menghiraukan semua itu.
Rasulullah S.A.W. meminta Bilal mengambil cemeti
tersebut di rumah anaknya Fatimah.
Bila Bilal meminta
cemeti tersebut dari Fatimah, maka Fatimah bertanya:
"Untuk apa Rasulullah meminta cemeti ini wahai
Bilal?".
Bilal menjawab dengan nada sedih :
"cemeti ini akan digunakan oleh Akasyah untuk
memukul Rasulullah".
Terperanjat dan menangis Fatimah seraya berkata:
"Kenapa Akasyah hendak pukul ayahku
Rasulullah!......ayahku sedang sakit........kalau mau
pukul, pukullah aku ini anaknya".
Bilal menjawab: " Sesungguhnya ini adalah urusan
antara mereka berdua ".
Bilal membawa cemeti tersebut ke masjid lalu diberikan
kepada Akasyah. Setelah mengambil cemeti, Akasyah
mara ke hadapan menuju mimbar.
Tiba-tiba bangun Abu bakar menghalang Akasyah sambil
berkata:
"Wahai Akasyah! kalau kamu hendak pukul, pukullah
aku....... aku orang yang mula-mula beriman dengan
apa yang Rasulullah S.A.W. sampaikan. Akulah
temannya di kala suka dan duka. Kalau engkau hendak
pukul, maka pukullah aku".
Lalu dijawab oleh Rasulullah S.A.W:
" Duduklah kamu wahai Abu bakar!....ini bukan urusan
kamu. Ini antara aku dengan Akasyah".
Akasyah mara lagi ke hadapan......
lalu bangun pula
Umar menghalang Akasyah seraya berkata:
"Akasyah! kalau engkau hendak pukul, pukullah aku.......
Dulu memang aku tidak suka mendengar nama
Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk
menyakitinya, itu dulu......... Sekarang jangan ada
sesiapa yang berani menyakiti Muhammad. Kalau
engkau mau sakiti dia, maka sakitilah aku dulu....".
Lalu dijawab oleh Rasulullah S.A.W:
"Duduklah kamu wahai Umar! Ini urusan antara aku
dengan Akasyah".
Akasyah mara lagi ke hadapan.......
tiba-tiba bangun
pula Ali bin Abu Talib sepupu Rasulullah S.A.W.
Dia menghalang Akasyah seraya berkata:
"Akasyah! pukullah aku wahai Akasyah. Darah yang
sama ada pada tubuh aku ini wahai Akasyah".
Lalu dijawab oleh Rasulullah S.A.W:
"Duduklah kamu wahai Ali! ini urusan antara aku
dengan Akasyah"
Akasyah mara lagi ke hadapan......
tiba-tiba tanpa di
sangka, bangunlah dua orang cucu kesayangan
Rasulullah S.A.W. iaitu Hassan dan Husin.
Mereka berdua merayu dan meronta.
"Wahai paman! pukullah kami wahai pamann..........kakek kami sedang sakit........pukullah kami
wahai paman.....sesungguhnya kami ini adalah cucu
kesayangan Baginda...........pukullah kami wahai paman".
Lalu Rasulullah S.A.W berkata:
"Wahai cucu-cucu kesayanganku! duduklah kamu. Ini
urusan aku dengan Akasyah".
Bila sampai di tangga mimbar, dengan tegasnya
Akasyah berkata:
"Macam mana aku hendak pukul engkau ya Rasulullah!
Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau
hendak aku pukul engkau, maka turunlah ke bawah
sini".
Rasulullah S.A.W. memang seorang insan yang baik.
Baginda meminta beberapa orang sahabat memapahnya
ke bawah. Baginda didudukkan pada sebuah kerusi, lalu
dengan suara tegas Akasyah berkata lagi:
"Semasa engkau pukul aku dulu, aku tidak memakai
baju, Ya Rasulullah".
Tanpa berlengah, dalam keadaan lemah......Rasulullah
membuka baju. Lalu kelihatanlah tubuh Baginda yang
sungguh indah, sedang beberapa ketul batu terikat di
perut Baginda.....ini menandakan Baginda sedang
menahan kelaparan.
Lalu Rasulullah S.A.W. berkata:
"Wahai Akasyah! bersegeralah dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Nanti Tuhan akan murka pada kamu".
Akasyah terus menghampiri Rasulullah S.A.W........lalu
mula untuk menghayunkan tangan yang memegang
cemeti untuk di pukulkan ke tubuh Rasulullah S.A.W.
Rupa-rupanya sambil Akasyah menghayun cemeti,
sambil itu juga dia membalingkan cemeti ke arah
lain.....dan sambil itu juga dia terus memeluk tubuh
Rasulullah S.A.W. seerat-eratnya.
Sambil berteriak menangis, Akasyah berkata:
"Ya Rasulullah, ampunkanlah aku......maafkanlah
aku......mana ada manusia yang sanggup menyakiti
engkau ya Rasulullah........sengaja aku melakukannya
agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan
tubuhmu.......kerana sesungguhnya aku tahu bahawa
tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan
sesungguhnya aku takut dengan api
neraka........maafkanlah aku ya Rasulullah".
Rasulullah S.A.W. dalam keadaan penuh hiba lalu
berkata:
"Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kamu ingin
melihat ahli syurga, maka lihatlah kepada Akasyah".
Semua sahabat tidak dapat menghalang titisan air mata
yang mencurah di pipi masing-masing. Sambil itu
semua para sahabat beramai-ramai memeluk Rasulullah
S.A.W.